
#Opini : Pemilu dan Pemilihan 2024, Konsolidasi Demokrasi di Indonesia, Siapkah?
Di tulis oleh: Agam Barep Syaifulloh, S.H. (Staf Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kota Tegal) Sejarah amandemen UUD 1945 telah dilaksanakan oleh MPR RI sebanyak empat kali pada kurun waktu tahun 1999-2002 berimplikasi terhadap perkembangan politik dan hukum ketatanegaraan di Indonesia yang berjalan menjadi sangat pesat. Berdasarkan amanat UUD 1945 khususnya Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini merupakan suatu rumusan konstitusional yang dijadikan sebagai pondasi dalam bernegara bahwa sejatinya kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Perkembangan kerangka konstitusional dalam pembentukan norma hukum demokrasi ditandai dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pemilu sebagai upaya masa transisi arah demokrasi menuju pada penguatan sistem konsolidasi sehingga rekam jejak dalam praktik masa kelam berdemokrasi yang cenderung transaksional koruptif, manipulatif, berbiaya tinggi dan mengukuhkan kekuasaan dapat diminimalisir dalam praktik ketatanegaran di Indonesia. Di dalam perkembangannya Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang meliputi tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 hingga Pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu anggota DPR dan DPRD, harus disesuaikan dengan keputusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang ditetapkan pada 26 Februari 2020. Putusan ini menegaskan bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, dan anggota DPD secara serentak tak bisa dipisahkan satu sama lain. Menurut Dankwart Rustow, konsoldiasi demokrasi itu adalah habituasi (habituation) atau pembiasaan norma, prosedur, dan ekspektasi demokrasi yang terinternalisasi dalam aturan main (rules of the game) berpolitik (Diamond, 1999:65). Pemerintah di dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 pada Polhukhankam (Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan) Indonesia mengarahkan terwujudnya konsolidasi demokrasi di Indonesia. H. Saan Mustopa, M.Si (Anggota DPR RI/Wakil Ketua Komisi II DPR RI), menyatakan beberapa point dalam Pemilu/Pemilihan serentak 2024 dan pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia, seperti ada beberapa indikator ancaman nyata bagi konsolidasi demokrasi terkait Pemilu/Pemilihan serentak 2024 yaitu harus terbebas dari politik pasca kebenaran (post-truth politics) seperti hoaks, berita bohong, disinformasi, misinformasi, Politik identitas (identity politics) penggunaan wacana agama, etnisitas, dan kesukuan dalam kampanye yang membuat pemilih tidak tercerdaskan; Politik permusuhan (adversarial politics) atau politik demagogi: menyebar permusuhan lewat ujaran kebencian (hate speech), kampanye hitam (black campaign), politik uang/klientelisme vote buying (pembelian suara), pelibatan aparatur pemerintahan dalam mempengaruhi pilihan politik pemilih; Politik intimidasi: mengancam pemilih agar memilih kontestan elektoral tertentu. Seiring perkembangan zaman masyarakat mengharapkan adanya demokrasi yang terkonsolidasi dengan baik. Terdapat beberapa indikator dalam penerapanya seperti terwujudnya sistem ketatanegaraan yang semakin demokratis, adanya konsistensi sistem pengaturan penyelenggaraan pemilu, adanya penyelenggaraan pemilu yang adil dan berintegritas serta efektif dan efisien, terpenuhinya hak-hak konstitusional pemilih dan kontestan elektoral (partai/kandidat), peningkatan literasi kepemiluan & demokrasi pemilih, sehingga pemilih dapat berpartisipasi aktif dan rasional di semua tahapan pemilu/pemilihan, terlampauinya target nasional partisipasi pemilih (voter turnout) sebesar 77,5% di Pemilu Serentak dan Pemilihan Serentak Nasional 2024, rendahnya pelanggaran regulasi dan etika oleh penyelenggara dan peserta pemilu, tidak adanya pelanggaran pemilu/pemilihan oleh kontestan elektoral (partai politik/kandidat), terwujudnya keadilan pemilu (electoral justice) akibat penegakan hukum pemilu yang berintegritas, pers yang independen (tidak berpihak) dan mencerdaskan pemilih, masyarakat sipil (termasuk NGO/LSM) terlibat aktif dalam volunterisme elektoral seperti edukasi pemilih, pemantauan pemilu/pemilihan, kritik konstruktif atas praktek demokrasi elektoral, dll, serta tercipta dan terjaganya atmosfir atau suasana politik elektoral yang damai dan kondusif. Suksesnya pembangunan politik akan menjadi faktor penggerak suksesnya pembangunan lainnya seperti ekonomi, sosial, infrastruktur, dan lain sebagainya, dan dapat memahami partisipasi dalam Pemilu/Pemilihan merupakan aktualisasi nasionalisme. Suksesnya pemilu/pemilihan adalah suksesnya demokrasi Indonesia, serta memiliki komitmen untuk berkolaborasi atau bekerja sama mensukseskan penyelenggaraan Pemilu /Pemilihan Serentak 2024 sesuai bidang, tugas, atau kemampuannya masing-masing. Kesimpulan dari output konsolidasi demokrasi yaitu adanya legitimasi politik masyarakat terhadap pemerintahan hasil Pemilu/Pemilihan serentak 2024 yang semakin meningkat. Lalu, bagaimanakah masa depan konsolidasi demokrasi diIndonesia? Kita tunggu di hajatan nasional kita nanti di Pemilu Serentak 2024. Daftar Pustaka Arrsa, R. C. (2014). Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidadi Demokrasi_. Malang : Peneliti Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PPOTODA). Lestari Moerdijat (Wakil Ketua MPR RI/Anggota DPR RI Jawa Tengah II) Mustopa, H. S. (Anggota DPR RI/Wakil Ketua Komisi II DPR RI)