Opini

PENERAPAN E-VOTING DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA: GAGASAN, PERMASALAHAN, DAN SOLUSINYA (PART 1) #OPINI

Oleh: Ruslianto, S.H

Staff Subbag Teknis Pemilu dan Hukmas

 

 

Indonesia telah memiliki pengalaman panjang dalam penyelenggaraan pemilu, baik yang yang diselenggarakan dalam rezim pemerintahan yang otoritarian ataupun demokratis. Pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Banyak pihak yang menilai bahwa Pemilu 1955 diselenggarakan secara demokratis (Baca: Faeith, 1999). Pemilu 1955 kemudian melahirkan tata politik yang kemudian dikenal secara populer dengan sebutan “periode demokrasi parlementer” atau “periode demokrasi liberal”.

Indonesia selama 32 tahun (1966-1998) berada dalam periode pemerintahan “Orde Baru” dengan watak dan karakter rezim otoritarian yang mendominasi sistem politik dan pemerintahan. Pada masa ini, Indonesia menyelenggarakan 6 (enam) kali pemilu, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dari perjalanan pelaksanaan pemilu tersebut tercatat penyelenggaraan pemilu masih jauh dari nilai-nilai demokrasi. Sebab tindakan rekayasa, intimidasi, minimnya kontestasi, dan ketidaksetaraan di antara peserta pemilu menjadi sebagian dari karakter penyelenggaraan pemilu selama masa orde ini. (Baca: Haris, 1998).

Pasca masa orde baru, Indonesia masuk ke dalam era reformasi, pada era ini Indonesia telah berhasil menyelenggarakan pemilu dengan mengedepankan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali secara berkala. Pemilu pertama di era reformasi ini diselenggarakan pada tahun 1999 dan disusul dengan secara rutin setiap lima tahun, yaitu tahun 2004, 2009, 2014, dan terakhir tahun 2019 kemarin.

Sejak Pemilu 2004, Indonesia menyelenggarakan 2 (dua) jenis pemilu, yaitu Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif. Bahkan, sejak tahun 2005, Indonesia juga telah menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur dan Wakil gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota). Selanjutnya, atas dasar pertimbangan efektifitas dan efisiensi pembiayaan, Indonesia melaksanakan penyelenggaraan Pilkada secara serentak pada tahun 2015, 2017, 2018, dan terakhir pada tahun 2020 ini.

Penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 ini diselenggarakan dengan penuh perdebatan. Hal ini dikarenakan adanya Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019. Awalnya pilkada akan diselenggarakan pada tanggal 23 September 2020, akan tetapi karena semakin meluasnya penyebaran Virus Corona, akhir diambil keputusan penyelenggaraan Pilkada diundur menjadi tanggal 9 Desember 2020. Karena kondisi tersebut sempat muncul wacana untuk penyelenggaraan pilkada dengan sistem e-voting. Sebetulnya wacana ini juga sangat gencar didengungkan pasca penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2019 yang lalu, di mana penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 menimbulkan banyak korban jiwa dari pihak penyelenggara, terutama KPPS. Hal ini akibat padatnya tahapan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 yang sangat menguras tenaga dan fikiran.

Wacana Pemilu dan Pilkada diselenggarakan secara e-voting saat ini menjadi kajian yang banyak dilakukan oleh pegiat demokrasi. Akan tetapi, gagasan agar pemilu di Indonesia menggunakan sistem e-voting masih sulit dilakukan dalam skala nasional. Banyak hal yang perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan baik. Sistem e-voting memerlukan infrastruktur yang baik termasuk permasalahan biaya juga menjadi persoalan yang terbesar. Biaya yang besar dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana serta insfrastruktur yang memadai apabila akan menerapkan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan sistem e-voting ini.

Selain permasalahan biaya guna memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan sistem e-voting ini, permasalahan lainnya adalah terkait sumber daya manusia (SDM), di mana kebutuhan SDM akan sangat besar guna menjalankan sistem e-voting ini.

Akan tetapi, dari sekian banyak permasalahan yang ada, ada 1 (satu) permasalahan yang fundamental yaitu terkait regulasi. Sampai dengan saat ini belum ada regulasi yang mengatur penyelenggraan Pemilu dan Pilkada secara e-voting. Sehingga, seluruh wacana terkait teknis penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada dengan e-voting akan sangat sulit terealisasi karena faktor fundamental yang belum tersedia, yaitu regulasi.

E-voting merupakan sebuah sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, menayangkan perolehan suara dan memelihara serta menghasilkan jejak audit. Dibandingkan dengan pemungutan suara konvensional, e-voting menawarkan beberapa keuntung. (Baca: Hadar Gumay dalam Dialog Nasional Pemanfaatan E-voting untuk Pemilu di Indonesia Tahun 2014).

(berlanjut ke part 2 di sini)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 2,055 kali